NAMA : ADIL
HIDAYAT
NIM : 2015-66-039
SESI :
(01)
POLA PERUBAHAN PENYAKIT
Pola kejadian penyakit saat ini sudah mengalami
perubahan yang di tandain dengan transisi Epidemiologi. Secara garis besar
transisi Epidemiologi adalah perubahan pola penyakit dan kematian yang semula
di dominasi oleh penyakit infeksi beralih ke penyakit non- infeksi/ penyakit
tidak menular. Perubahan pola penyakit sangat di pengaruhi oleh keadaan
demografi (pendididkan, umur, jenis kelamin ), sosial ekonomi (pendapatan
pendududk), sosial budaya (adat istiadat).
·
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa
selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian
karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena penyakit
menular semakin menurun (lihat grafik gambar 1). Fenomena ini diprediksi akan
terus berlanjut dan tak akan tahu akan sampai kaoan fenomena ini bisa berhenti.
Gambar 1 :Distribusi penyebab kematian menurut
kelompok penyakit di Indonesia, SKRT 1995, SKRT 2001, Riskesdas 2007
Sumber : Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
Gambar 1 di atas memperlihatkan bahwa selama tahun
1995 hingga 2007 di Indonesia proporsi penyakit menular telah menurun
sepertiganya dari 44,2% menjadi 28,1%, akan tetapi proporsi penyakit tidak
menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari 41,7% menjadi 59,5%, sedangkan
gangguan maternal/perinatal dan kasus cedera relatif stabil.
Menurut profil PTM WHO tahun 2011, di Indonesia tahun
2008 terdapat 582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM5.
Saat ini di Indonesia, data morbiditas penyakit dari
fasilitas kesehatan dikumpulkan dari puskesmas dan rumah sakit. Karena
penegakan diagnosis PTM di rumah sakit relatif lebih valid, maka analisis PTM
dilakukan terhadap data rumah sakit.
Data analisis diperoleh dari laporan rumah sakit
melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) edisi 2010 dan 2011 (data 2009 dan
data 2010) yaitu RL2B (Rawat Jalan) dan RL2A (Rawat Inap), yang merupakan
laporan rumah sakit langsung ke Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan. Data tahun 2009-2010 diperoleh dari publikasi data
mentah SIRS edisi 2010-2011.
Pelaporan RL2A (rawat inap) pada tahun 2009-2010 masih
rendah yaitu secara nasional hanya 29,2% pada tahun 2009, kemudian turun
menjadi 24,63% pada tahun 2010 rumah Sakit yang mengirim laporan. Begitu juga
halnya dengan laporan RL2B (rawat jalan) laporannya dari tahun 2009-2010 masih
rendah yaitu 28,37% pada tahun 2009, turun menjadi 26,29% pada tahun 2010 rumah
Sakit yang mengirim laporan.
Berdasarkan provinsi, tahun 2009, provinsi dengan
rumah sakit yang sama sekali tidak melapor RL2A adalah Provinsi Gorontalo dan
RL2B adalah Provinsi Gorontalo dan Papua. Jumlah rumah sakit tersedikit yang
melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Papua, Sulawesi Selatan dan
Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang melapor RL2B adalah Provinsi
Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit terbanyak yang
melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan
Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B
adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk tahun
2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama sekali tidak melapor RL2A yaitu
Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan rumah sakit yang tidak melapor
RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor
untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku Utara, Banten dan Papua sedangkan
jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor RL2B adalah Provinsi Papua, Banten
dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan
RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Nusa
Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B
adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Barat.
Persentase kasus baru rawat jalan penyakit tidak
menular berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang
sama yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan yang di rawat jalan di Indonesia, seperti diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2: Persentase Rawat Jalan Kasus Baru Penyakit
Tidak Menular Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun
2010-2011
Gambar ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan
kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) untuk PTM prioritas yang
dikendalikan program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) dari tahun 2009-2010. Tampak pada tahun 2009, Strok merupakan
penyakit dengan CFR tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit Jantung (9,17%),
sedangkan tahun 2010 Strok dan penyakit Jantung menempati urutan teratas
(8,7%). CFR yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker. Sedangkan PPOK,
Strok, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari tahun 2009-2010 yang
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
elatan dan Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang
melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara.
Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi
Sulawesi Tenggara, Jambi dan Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI
Jakarta. Sedangkan untuk tahun 2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama
sekali tidak melapor RL2A yaitu Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan
rumah sakit yang tidak melapor RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah
sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku
Utara, Banten dan Papua sedangkan jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor
RL2B adalah Provinsi Papua, Banten dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah
rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Persentase kasus baru rawat jalan penyakit tidak
menular berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama
yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan yang di rawat jalan di Indonesia, seperti diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
Gambar 3 : Tingkat Kefatalan (CFR) Penyakit Tidak
Menular Prioritas Pada Rawat Inap Rumah Sakit Tahun 2009-2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun
2010-2011
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang bersifat
tidak menular, kronis (menahun), timbul karena semakin menurunnya (kemunduran)
kondisi dan fungsi organ tubuh seiring dengan proses penuaan. Ada sekitar 50
penyakit degeneratif, antara lain: penyakit jantung dan pembuluh darah
(hipertensi, jantung, stroke), endokrin (diabetes mellitus, thyroid, kekurangan
nutrisi, hiperkolesterol), neoplasma (tumor jinak, tumor ganas), osteophorosis,
gangguan pencernaan (konstipasi, wasir, kanker usus), dan kegemukan.
yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker.
Sedangkan PPOK, Strok, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari
tahun 2009-2010 yang lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
elatan dan Bengkulu sedangkan jumlah rumah sakit yang
melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Bengkulu dan Maluku Utara.
Jumlah rumah sakit terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi
Sulawesi Tenggara, Jambi dan Sulawesi Barat, sedangkan untuk jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Sulawesi Tenggara, Jambi dan DKI
Jakarta. Sedangkan untuk tahun 2010, provinsi dengan rumah sakit yang sama
sekali tidak melapor RL2A yaitu Provinsi Gorontalo dan Papua Barat sedangkan
rumah sakit yang tidak melapor RL2B adalah Provinsi Papua Barat. Jumlah rumah
sakit tersedikit yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Maluku
Utara, Banten dan Papua sedangkan jumlah rumah sakit tersedikit yang melapor
RL2B adalah Provinsi Papua, Banten dan Maluku Utara. Jumlah rumah sakit
terbanyak yang melapor untuk pelaporan RL2A adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan untuk jumlah
rumah sakit terbanyak yang melapor RL2B adalah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Persentase kasus baru rawat jalan penyakit tidak
menular berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang
sama yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan yang di rawat jalan di Indonesia, seperti diperlihatkan pada
gambar di bawah ini.
Gambar 4. Presentasi Kematian Penyakit Degeneratif ≥ 15 Tahun Berdasarkan Penyakit ENMD, DCS, dan Non
(ENMD+DCS)
Kematian penyakit degeneratif DCS terbanyak pada
usia ≥ 55 tahun. Memasuki usia 30 tahun, pembuluh darah
manusia secara perlahan tapi pasti mulai kehilangan daya elastisitasnya.
Kondisi ini akan terus berlanjut hingga usia rata-rata manusia setinggi 80
tahun. Proses penuaan pembuluh darah sendiri terjadi pada usia 40–50 tahun. (Setianto, B, 2007). Faktor usia memengaruhi
kemunduran fungsi tubuh termasuk kekakuan pembuluh darah (mengkerut dan menua).
Gambar 5. Persentase penyebab kematian penyakit ENMD
dan DCS individu usia ≥15 tahun,
menurut umur saat meninggal
Perempuan lebih banyak terdapat pada kematian penyakit
degeneratif ENMD dan DCS. Usia 40–60
tahun merupakan masa krisis bagi perempuan. Pada usia ini perempuan biasanya
sedang mencapai puncak karir, dan justru pada masa tersebut mereka akan
mengalami menopause (usia 45–55 tahun).
Kondisi menopouse dapat menurunkan produksi hormon wanita (estrogen dan
progesteron). Dengan penurunannya, maka distribusi lemak tubuh mulai terganggu.
Penimbunan lemak yang tidak terdistribusi dengan baik akan memengaruhi
metabolisme tubuh. Bila proses ini diikuti dengan pola makan, gaya hidup, dan
aktivitas tidak sehat secara berkepanjangan, maka setelah usia 60 tahun
individu akan rentan terhadap serangan penyakit degeneratif
Gambar 6. Persentase penyebab kematian penyakit ENMD
dan DCS individu usia ≥15 tahun,
menurut jenis kelamin
Tipe daerah pada kematian penyakit degeneratif ENMD
dan DCS banyak terdapat di perkotaan, karena kota merupakan daerah urban dengan
berbagai permasalahannya. Faktor penting terjadi banyaknya kematian penyakit
degeneratif di perkotaan sangat ditunjang dengan kebiasaan pola makan, gaya
hidup, pola gerak yang salah serta faktor stres psiko-sosial yang cukup tinggi.
Gambar 7. Persentase penyebab kematian penyakit
ENMD dan DCS individu usia ≥15
tahun, menurut tipe daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar